Jakarta, 28 November 2017- Bagi perusahaan di Indonesia, “transformasi digital” atau “DX” adalah istilah yang sedang ramai dibicarakan. Pekerja yang mobile dan lincah, pengalaman pelanggan yang lebih baik, proses operasional yang lebih ramping – semua itu hanyalah beberapa dan banyak manfaat yang dihasilkan oleh teknologi digital.
Menurut IDC, untuk membantu momentum transformasi tersebut, penyedia layanan profesional untuk DX diharapkan untuk tumbuh 21.9% per tahunnya di Asia Pasifik, kecuali Jepang.
Namun, meskipun para CIO dan pemimpin lainnya menyadari bahwa transformasi itu perlu, mereka masih menghadapi kesulitan. Mereka perlu mengambil keputusan yang mungkin memakan investasi besar, mulai dari solusi jaringan dan layanan cloud hingga aplikasi database dan kolaborasi.
“Banyak yang percaya, untuk memastikan tidak ada IT yang tertinggal zaman, keseluruhan infrastruktur harus didesain ulang atau ditingkatkan dari luar hingga dalamnya. Ini sebenarnya hanya mitos,” kata Eddie Ang, Executive Director, Corporate and Public Sector Business, Lenovo Central Asia Pacific. “Sebenarnya, menjadi terlalu ambisius justru memperlambat proses DX. Banyak transformasi yang sukses justru dimulai dari hal-hal mendasar, dan naik ke fungsi-fungsi yang lebih canggih di langkah selanjutnya.”
Hal dasar yang terpenting adalah orang-orang serta pengalamannya. Kunci untuk mengubah cara kerja pegawai adalah dengan menyediakan perangkat end-user. Pengadaan perangkat ini memakan 10% dari anggaran transformasi, tapi menjadi faktor penentu kegagalan ataupun keberhasilan suatu inisiatif.
Namun banyak perusahaan yang tidak memberikan perhatian pada orang-orang di dalamnya. Berdasarkan survei Global Digital IQ 2017 dari PwC, meskipun ada 68% responen mengatakan bahwa CEO-nya mendukung kemajuan digital dan CIO-nya memiliki strategi yang tepat, banyak pegawai senior dan divisi fungsional yang merasa tidak begitu dilibatkan dalam transformasi digital.
Penggunaan perangkat komputasi yang kuat merupakan langkah pertama dalam perjalanan transformasi. Perangkat komputasi memungkinkan bisnis untuk membangun fondasi solid di keseluruhan ekosistem IT dan mempersiapkan diri untuk perubahan yang akan terjadi. Entah ini kemampuan kolaborasi yang baru, pengalaman pelanggan yang ditingkatkan, atau alat-alat yang diperkuat dengan AI atau kecerdasan buatan.
Penting juga diingat bahwa tidak semua pegawai cocok menggunakan satu jenis perangkat yang sama, dan fungsinya pun perlu mempertimbangkan faktor kebutuhan di masa depan. Masa di mana semua pegawai menggunakan satu jenis laptop standar sudah berlalu.
Contohnya, staf penjualan membutuhkan perangkat premium dan ringan dengan daya tahan baterai yang lama dan berperforma tinggi. Staf operasional dan riset lapangan membutuhkan tablet yang tahan lama. Sementara staf di toko lebih memilih desain laptop yang ramping, bisa diandalkan dan memiliki banyak port kabel.
Sebagai contoh nyata, Lenovo memiliki salah satu pelanggan yang perangkat end-usernya terhubung ke berbagai server di pusat datanya. Perusahaan yang sedang berkembang dengan pesat ini menambah 30 sampai 50 pegawai per bulannya. Karena mampu menyediakan perangkat yang sesuai untuk tiap pengguna, para pegawai pun menjadi lebih bahagia dan produktif. Mereka bisa memberikan presentasi di lapangan, log in dari lokasi terpencil atau punmemproduksi video di studio milik perusahaan. Transformasi ini menjadikan timnya lebih fleksibel dan lincah.
“Kunci kesuksesan lainnya adalah memilih mitra IT yang tepat,” lanjut Eddie Ang. “Transformasi digital memang kerap mengintimidasi, dan mitra yang tepat bukan hanya membantu perusahaan mengambil langkah pertama yang tepat, tapi juga berpikir ke depan dan mendampingi perusahaan melalui setiap langkah di perjalanan transformasinya.”
Memiliki perangkat yang tepat adalah langkah pertama yang krusial di dalam transformasi digital yang sukses, tapi seringkali terlewatkan. Padahal ini bisa menjadi faktor keberhasilan terkuat di dalam transformasi digital dan mencapai kesuksesan bisnis jangka panjang.